pertanian

pertanian
selamat bekerja

Selasa, 13 November 2012

Sistem Surjan, Kearifan Budaya Lokal pada Budidaya Jeruk – Padi Sawah di Lahan Rawa


Sistem Surjan, Kearifan Budaya Lokal pada Budidaya Jeruk – Padi Sawah di Lahan Rawa


Pembangunan pertanian ke depan dihadapkan pada beberapa kendala, diantaranya  adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian.  Usaha pengembangan pertanian diarahkan pada pemanfaatan lahan marginal seperti lahan pasang surut. Lahan pasang surut mempunyai potensi cukup besar untuk dijadikan lahan pertanian karena sebarannya sangat luas, yaitu diperkirakan sekitar 20,1 juta hektar yang terbentang di sepanjang pantai Sumatera, Kalimantan dan Papua (Widjaja-Adhi et al., 1992).  Pengembangan lahan pasang surut  menjadi lahan pertanian produktif mendukung pelestarian swasembada pangan, diversifikasi produksi, peningkatan pendapatan dan lapangan kerja, serta pengembangan agribisnis dan wilayah.
Perkembangan budidaya jeruk di lahan rawa semakin meningkat dengan semakin meluasnya lahan rawa yang dibuka untuk areal pertanian. Tanaman jeruk sangat menjanjikan dan memberikan keuntungan yang cukup tinggi dibandingkan tanaman lainnya.   Jeruk siam merupakan jenis jeruk yang mempunyai peranan penting di pasaran Indonesia, karena produksinya paling tinggi, digemari konsumen dan nilai ekonominya menguntungkan.  Jeruk bisa dikonsumsi dalam bentuk buah segar, juga diolah menjadi minuman segar seperti Es Buah dan Juice Jeruk dan hal ini merupakan sumber utama vitamin C yang sangat berperan dalam menjaga kondisi tubuh agar tetap segar dan bugar.
Budidaya jeruk di lahan rawa memerlukan cara yang khas karena lingkungannya yang berair. Selain itu jeruk juga menghendaki lingkungan tumbuh yang baik dan subur. Cara bertanam jeruk siam di lahan rawa sangatlah berbeda dengan cara bertanam yang lazim dilakukan orang di lahan kering. Di lahan rawa, jeruk harus ditanam di atas tembokan agar tidak tergenang air pada saat permukaan air tinggi atau saat pasang. Sejak jaman dulu, petani mengikuti pola dan sekaligus mempelajari kondisi alam dan lingkungannya dalam budidaya tanaman jeruk di lahan rawa, sehingga menjadi suatu pengetahuan yang khas (kearifan budaya lokal). Pengetahuan petani tersebut diturunkan ke generasi berikutnya secara turun temurun, sehingga budidaya jeruk di lahan pasang surut terus berkembang hingga kini.
Sistem surjan adalah salah satu contoh usaha penataan lahan untuk melakukan diversifikasi tanaman di lahan rawa.  Penelitian Swamp (1993) menunjukkan bahwa penataan lahan dapat dilakukan dengan sistem surjan bertahap pada lahan sulfat masam atau gambut dangkal pada tipologi luapan B dan C. Pemanfaatan dan produktivitas lahan sulfat masam dapat ditingkatkan dengan penataan lahan sistem surjan, sehingga dapat dilakukan penanaman komoditas lain selain padi, yaitu  buah-buahan seperti jeruk dan nenas, palawija, sayuran maupun tanaman keras lainnya, baik secara monokultur maupun tumpang sari.
Tulisan ini menguraikan salah satu kearifan budaya lokal yang dilakukan petani dalam budidaya jeruk di lahan rawa yaitu dengan sistem surjan.  Komponen teknologi sistem surjan ini biasanya dikombinasikan dengan pengelolaan air, pengelolaan tanah dan tanaman agar keuntungan maksimal.

SISTEM SURJAN
Penataan lahan perlu dilakukan untuk membuat lahan tersebut sesuai dengan kebutuhan tanaman yang akan dikembangkan. Pelaksanaan penataan lahan perlu memperhatikan hubungan antara tipologi lahan, tipe luapan, dan pola pemanfaatannya.  Arahan penataan lahan pada reklamasi dan pengembangan lahan rawa pasang surut  dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan pola pemanfaatan lahan dalam kaitannya tipologi lahan dan tipe luapan, seperti pada tipologi sulfat masam potensial dengan tipe luapan A, maka penataan lahan sebaiknya untuk sawah, karena pirit akan lebih stabil tidak mengalami oksidasi dan tanaman padi dapat tumbuh dengan baik.  Sistem surjan baik dilakukan pada tipe luapan B dan C sedangkan tipe luapan D lebih baik untuk sistem pertanian lahan kering.
Tabel 1. Penataan dan pola pemanfaatan lahan berdasarkan tipologi lahan dan tipe  luapan air di lahan pasang surut.
Tipologi lahan
Pemanfaatan lahan pada tipe luapan air
Kode
Tipologi
A
B
C
D
SMP-1
Aluvial bersulfida dangkal
Sawah
Sawah
Sawah
-

SMP-2
Aluvial bersulfida dalam
Sawah
Sawah (surjan)
Sawah (surjan)
Sawah (tega-lan, kebun)
SMP-3/A
Aluvial bersulfida sangat
-
Sawah (surjan)
Sawah (tegalan)
Tegalan (kebun)
SMA-1
Aluvial bersulfat 1
-
Sawah (surjan)
Sawah (surjan)
Sawah (tega-lan, kebun)
SMA-2
Aluvial bersulfat 2
-
Sawah (surjan)
Sawah (surjan)
Sawah (tega-lan, kebun)
SMA-3
Aluvial bersulfat 3
-

-
Sawah (kebun)
Tegalan (kebun)
HSM
Aluvial bersulfida dangkal
-

Sawah

Sawah (tegalan)
Tegalan (kebun)
Keterangan: SMP = sulfat masam potensial, SMA = sulfat masam aktual, HSM =  histosol sulfat masam. Sumber: Widjaja-Adhi (1995)
Surjan mengandung pengertian meninggikan sebagian tanah dengan menggali atau mengeruk tanah di sekitarnya. Sebagian tanah lapisan atas dalam praktiknya diambil atau digali dan digunakan untuk meninggikan bidang tanah disampingnya secara memanjang sehingga terbentuk surjan. Bagian lahan yang ditinggikan disebut tembokan (raise beds), sedang wilayah yang digali atau di bawah disebut tabukan atau ledokan (sunkens beds). Lahan bagian atas di tanami tanaman palawija (jagung, kedelai, kacang-kacangan, dan umbi-umbian), hortikultura, buah-buahan, dan juga tanaman perkebunan, sedang lahan bagian bawah (ledokan/tabukan) ditanami padi sawah.  Lebar tembokan sekitar 3-5 m dan tinggi 0,5-0,6 m, sedangkan tabukan dibuat dengan lebar 15 m. Setiap ha lahan dapat dibuat sekitar 6-10 tembokan dan 5-9 tabukan.
Gambar 1.  Sistem surjan dengan pola tanam jeruk-padi sawah di lahan rawa pasang surut

Tujuan pokok dari sistem surjan di lahan pasang surut ini adalah untuk membagi risiko kegagalan usaha tani sehingga dapat bertahan apabila tanaman padinya gagal.  Selain itu sistem surjan dapat meningkatkan diversifikasi tanaman, menjaga agar tanah tidak menjadi asam, mengurangi bahaya kekeringan, mengurangi keracunan akibat genangan, memperkecil resiko kegagalan, mendistribusikan tenaga kerja agar lebih merata dan memanfaatkan tenaga kerja keluarga lebih optimal. Dan yang paling penting system surjan dapat meningkatkan  pendapatan petani karenacropping intensity bertambah.
Pengambilan dan penyusunan lapisan tanah yang dibentuk surjan dapat dibagi menjadi dua model, yaitu: (1) model tradisional dan ( 2) model inovatif dan kreatif. Pada model tradisional lapisan surjan dibuat dengan meletakkan bagian yang digali ke lapisan atas secara runtut sehingga kemungkinan besar lapisan atas surjan terdiri dari lapisan bawah (subsoil). Pada model inovatif dan kreatif lapisan surjan disusun sesuai dengan urutan asal. Model tradisional sangat berbahaya apabila lapisan bawah yang diletakkan sebagai lapisan atas surjan merupakan lapisan berkadar pirit tinggi. Berdasarkan cara pembuatan,  surjan dapat dibagi menjadi dua cara pembuatan, yaitu: (1) dibuat sekaligus dan (2) dibuat secara bertahap.
Arah surjan disarankan memanjang timur-barat agar tanaman (padi) pada bagian tabukan mendapat penyinaran matahari yang cukup. Surjan setiap musim atau setiap tahun ”dilibur” (disiram lumpur) yang diambil dari sekitarnya untuk mempertahankan bentuk dan produktivitasnya.

PENGELOLAAN AIR
Sistem tata air pada lahan rawa pasang surut sangat diperlukan untuk menjaga agar pertumbuhan tanaman dapat optimal. Air diperlukan untuk mencuci unsur-unsur meracun dari lahan, air yang mempunyai kualitas baik diperlukan sebagai sumber hara bagi tanaman dan air diperlukan dalam jumlah tertentu dengan kualitas yang baik  untuk penggenangan agar kondisi redoks tanah tetap baik dalam mendukung pertumbuhan tanaman.
Model tata air (pembuatan saluran pengairan dan pengatusan) yang dibuat  pada lahan sulfat masam adalah model tata air satu arah. Model ini telah terbukti mampu meningkatkan produktifitas tanah sulfat masam.  Model  tata air satu arah maksudnya adalah saluran pengairan dimana air masuk melalui satu pintu air masuk dan akan keluar sebagai air pengatusan pada pintu lainnya.  Dengan model tata air ini maka pintu air didesain sedemikian rupa sehingga secara otomatis pintu air masuk hanya akan terbuka jika ada tekanan air yang lebih besar untuk masuk ke lahan  (mengandalkan tenaga alami dari air pasang) atau jika dibuka oleh petani sesuai keinginan. Sementara itu pintu air keluar di desain sedemikian rupa sehingga air yang bisa melewati pintu ini hanya air dari lahan menuju keluar lahan (air dari luar lahan tidak dapat masuk melalui pintu ini). Pintu air model satu arah ini dikenal dengan sebutan flafgate.
Dalam tata air skala mikro pada petakan sawah dapat dibuatkan pintu air model tabat (stoplog) dengan tujuan agar tinggi muka air tanah dapat dipertahankan pada ketinggan tertentu.  Cara seperti ini bertujuan agar kondisi reduksi dan oksidasi tanah sulfat masam dapat lebih terkontrol sehingga proses oksidasi pirit yang dapat memasamkan tanah dapat dihindari.

PEMILIHAN VARIETAS TANAMAN
Kawasan rawa menyimpan banyak keanekaragaman hayati dan plasma nutfah. Pemilihan varietas tanaman sangat penting dalam keberhasilan usaha tani di lahan rawa. Varietas tanaman yang adaptif rawa dan mempunyai nilai ekonomi tinggi merupakan pilihan yang cerdas dalam mengelola rawa. Komoditas yang paling banyak ditanam di lahan rawa sulfat masam adalah padi sawah. Selain itu, tanaman hortikultura juga dapat memberikan nilai tambah bagi petani di lahan sulfat masam. Beberapa jenis tanaman yang banyak dibudidayakan di lahan sulfat masam dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel  2. Jenis komoditas, varietas tanaman adaptif lahan pasang surut
Jenis komoditas
Varietas
Hasil
(t/ha)
Padi lokal
106 jenis padi varietas lokal
1,64
Padi unggul
Margasari
2,40

Kapuas
3,25

Punggur
3,37

Ciherang
3,07

Batang Hari
3,22

Banyu Asin
3,44

Siak Raya
3,26
Galur padi
GH 047
2,90

GH 137
2,63

GH 173
2,50

GH 460
2,68
Jagung
Arjuna, Kalingga, Wiyasa, Bisma, Bayu, Antasena, C-3 & 5, Semar, Sukmaraga
4-5
Kedelai
Wilis, Rinjani, Lokon, Dempo, Galunggung, Merbabu, Petek, Kerinci, Tampomas, Sibayak, Tanggamus, Slamet, Lawit, Menyapa
1,5-2,4
Kacang tanah
Gajah, Pelanduk, Kelinci, Singa, Jerapah, Komodo, Mahesa
1,8-3,5
Kacang hijau
Betet, Walet, Gelatik
1,5
Tomat
Intan, Permata, Berlian, Mirah, AV-22, Ratna
10-15
Cabai
Tanjung-1 dan 2, Barito, Bengkulu, Tampar, Keriting, Rawit hijau dan putih
4-6
Terong
Mustang, Kopek ungu, Ungu panjang No. 4000
30-40
Kubis
KK Cross, KY Cross, Grand 33
20-25
K. panjang
Pontianak, KP-1, KP-2
15-20
Buncis
Horti-1, Horti-2, Prosessor, Farmer Early, Green Leaf
6-8
Timun
Saturnus, Mars, Pluto
35-40
Bawang merah
Ampenan, Bima,
4,8-6,4
Sawi
Asveg # 1, Sangihe, Talaud, Tosakan, Putih Jabung, Sawi hijau, Sawi huma
15-20
Slada
New Grand Rapids
12-15
Bayam
Maestro, Giti hijau dan merah, Bangkok, Cimangkok, Kakap hijau
10-12
Kangkung
LP-1, LP-2, Sutera
25-30
Semangka
Sugar Baby, New Dragon
15-25
Lada
Petaling-I, Petaling-II, LDK
3,0
Jeruk
Siam Banjar
12
Sumber : Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, (2001)
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa keragaan hasil dan daya toleransi tanaman sangat beragam tergantung kondisi tingkat cekaman lingkungan. Pengelolaan air yang tepat, penataan lahan sistem surjan, disertai pengelolaan hara dan penggunaan varietas toleran di lahan sulfat masam dapat meningkatkan berbagai hasil tanaman sayuran yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani.

Gambar 2.  Keragaan tanaman beberapa jenis hortikultura pada sistem surjan di lahan rawa pasang surut

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI
Peningkatan daya guna lahan pasang surut sulfat masam dapat dikembangkan dengan tanaman padi dan non padi, dimana tanaman padi dapat ditanam di lahan sawah, sedangkan tanaman selain padi dapat ditanam di lahan kering. Kombinasi cara pengelolaan demikian disebut dengan sistem surjan.
Pemanfaatan lahan sulfat masam untuk tanaman hortikultura dapat memberikan nilai tambah bagi petani. Hasil analisis sistem surjan seluas 1 ha dengan tanaman padi varietas IR 66 dibagian tabukan dan tanaman sayuran di guludan disajikan pada Tabel 3.  Perhitungan dilaksanakan berdasarkan asumsi nilai ekonomis guludan 5 th dan alat-alat pertanian (sekop, cangkul, dan lain-lain) 3 tahun serta tingkat bunga pinjaman kredit usaha tani sebesar 12%. Tabel tersebut menunjukkan bahwa usaha tani di sistem surjan baik pada bagian tabukan (sawah) yang ditanami padi maupun guludan yang ditanami sayuran sangat menguntungkan dengan nilai R/C > 1. Diantara komoditas yang dicoba, ternyata cabai memberikan keuntungan paling tinggi dengan nilai R/C sebesar 3,09.
Tabel 3. Analisa biaya dan pendapatan usahatani padi dan sayuran seluas 1 ha, pilot pengembangan di Desa Lagan Ulu, Kecamatan Gargai, Provinsi Jambi.
No
Uraian
Sawah
Guludan
Total
Padi
Cabai
Tomat
Kubis
Terung
Kangkung

1.
Luas (ha)
0,945
0,011
0,011
0,011
0,011
0,011
1
2.
Produksi (kg/ikat)
3.525
224
225
337,5
390
632,5
-
3
Produksi beras (kg)
2.291
-
-
-
-
-
-
4.
Penerimaan Rp.
13.746.000
2.240.000
1.350.000
1.181.250
780.000
442.750
19.740.000
5
Biaya total
7.657.812
723.083
653.208
508.208
516.208
324.858
10.383.377

Sarana produksi
1.637.840
299.375
309.500
150.500
218.500
51.750
2.667.465

Tenaga kerja (Rp)
6.019.972
331.600
251.600
265.600
205.600
181.000
7.255.372

Penyusutan
-
92.108
92.108
92.108
92.108
92.108
460.540
6.
Keuntungan
6.088.188
1.516.917
696.792
673.042
263.792
117.892
9.356.623
7
R/C
1,79
3,09
2,06
2,32
1,51
1,36
1,90
Ket: Harga beras Rp 6000/kg, cabai Rp 10.000/kg, tomat Rp 6000/kg, kubis Rp 3.500/kg, terung Rp 200/k,  kangkung Rp 700/ikat. Sumber: Isdijanto Ar-Riza (2008)
Penelitian Rina et al. (2006) jua menunjukkan bahwa usahatani padi + jeruk di lahan pasang surut cukup layak dikembangkan karena dengan tingkat bunga 12 %, 15 %, dan 40 % diperoleh nilai B/C >1, Net Present Value positif, masa pengembalian investasi lebih kecil dari u

Tidak ada komentar:

Posting Komentar