Hari ini (Sabtu, 12 Peb 2011) saya rasakan hari yang luar biasa dalam hidup. Untuk pertama kalinya sejak sekitar satu tahun yang lalu saya baru bisa menafkahi anak isteri dari jerih payah sendiri. Bekerja. Saya genggam erat-erat uang gaji minggu ini dengan hati bergetar penuh kesyukuran pada Allah SWT. Usai sudah penantian panjang ini. Selama ini, saya bergantung hidup pada kakak yang memberi jaminan hidup karena saya tidak bekerja? Kenapa saya tidak bekerja? Dulu, sayapun bekerja, lalu atas kemauan sendiri (meski mengandung banyak konsekuensi logis) saya keluar dari tempat kerja. Apa sebabnya? Saya harus merawat ibu yang sudah tua (80 tahun), hampir buta dan sakit-sakitan.
Satu tahun lebih saya merawat ibu dalam keadaan seperti itu. Aktivitas rutin saya dimulai dari sekitar jam 2 dini hari, saat ibu bangun dan minta diantar ke kamar mandi. Setelah buang air dan wudlu, ibu saya antar lagi ke tempat tidur untuk sholat malam hingga subuh. Setelah tidur sejenak, ibu minta dibangunkan lagi untuk ke kamar mandi, wudlu dan sholat dhuha. Sementara ibu sholat dhuha, saya membuatkan bubur hangat untuk sarapan ibu. Begitu selesai sholat dhuha, secangkir teh manis hangat dan bubur hangat sudah saya siapkan. sementara ibu sarapan, saya mencuci pakaian anak, isteri dan ibu saya.
Selesai menjemur cucian, saya mengepel badan ibu, meneteskan obat mata pada kedua mata ibu yang hampir tak dapat melihat lagi. Selanjutnya ibu tidur lagi hingga menjelang dhuhur. Waktu dhuhur tiba, saya bangunkan ibu untuk sholat dan makan siang. Selesai makan siang biasanya ibu berbincang-bincang dengan saya hingga dia merasa mengantuk dan tyidur kembali hingga menjelang asar. Saat waktu asar masuk, saya bangunkan ibu dan mengambil wudlu untuk kemudian sholat asar. Selesai sholat asar ibu wiridan hingga menjelang maghrib.
Selesai sholat sholat maghrib ibu wiridan lagi hingga waktu isya tiba. Selesai sholat isya ibu makan malam dan kemudian tidur setelah sebelumnya saya urut kaki dan badan ibu dengan param. Ketika ibu sudah tertidur, tugas saya belum selesai. Mengajari dan menunggui anak belajar dan menggarap PR menjadi tugas saya selanjutnya. Selanjutnya, gantian saya mendengarkan keluh kesah isteri tentang berbagai masalah dalam rumah tangga kami. Dan, sayapun tertidur dengan segala macam beban dalam kepala. Tak banyak yang saya minta pada Allah SWT dalam munajat saya waktu itu. Saya hanya mohon diberi tambahan kesabaran. Itu saja.
Rutinitas seperti diatas berjalan selama hampir setahun. Jangan tanyakan perasaan saya saat pagi hari, misalnya, sementara anak berangkat sekolah, isteri berangkat bekerja, satu persatu tetangga berangkat bekerja, dan saya mencuci dan menjemur pakaian ibu dan anak isteri saya.
Tanggal 14 Oktober 2010 ibu meninggal dunia dengan tenang. Seperti keinginannya sejak dulu, beliau meninggal dalam pangkuan saya, ditunggui anak-anaknya, cucunya dan cicitnya. Alhamdulillah, menjelang ajal ibu diberi kesempatan Allah SWT untuk berpamitan pada anak-anaknya, saling meminta maaf dan mewasiatkan pesan agar anak-anaknya saling rukun sepeninggalnya. Tak banyak orang diberi kesempatan seperti itu. Ibu meninggal dengan tenang dan bahagia karena ditunggui anak-anaknya. Ternyata, hal yang paling diinginkan orang tua adalah : MELIHAT ANAK-ANAKNYA RUKUN. Tak peduli betapapun kayaknya seseorang, tak akan berarti bila anak keturunannya tidak rukun. Berapa banyak orang tua nelangsa melihat anak-anaknya berebut warisan bahkan saat kedua orang tuanya masih hidup.
Tiga bulan selepas kepergian ibu, hati saya masih perih. Semangat hidup saya benar-benar drop hingga titik nadir. Saya berusaha bangkit lagi. Cari kerja. Pernah saya berjalan kaki sejauh 10 KM mencari kerja untuk mendapatkan satu jawaban : TIDAK! Tapi ternyata Allah SWT tidak membiarkan saya terlalu lama dalam kesedihan dan keterpurukan. Seorang teman yang dulu pernah satu kantor kirim SMS. Dia menawari saya pekerjaan yang semestinya menjadi tugasnya. Dia melewatkan pekerjaan itu karena diterima dalam perekrutan CPNS. Pucuk dicintai ulam tiba. Tentu saja tak melewatkan kesempatan itu. Jobnya pas dengan pengalaman saya dan saya sedang membutuhkannya! Alhamdulillah.
Setelah seminggu bekerja (dalam masa training) saya menerima apa yang menjadi hak saya. Sedekah tentu saja tak lupa. Hari ini, sepulang kerja, saya beli (dengan upah saya) jagung bakar kesukaan anak saya. Sore ini, saya nikmati jagung bakar bersama anak isteri. Selamat datang semangat hidup! I' back! Alhamdulillah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar