HKTI: kembangkan pertanian kedelai jangan bergantung impor
Rabu, 25 Juli 2012 13:42 WIB | 755 Views
Perlu ada riset dan pengembangan teknologi untuk menghasilkan bibit kedelai unggul yang lebih produktif, Kalau negara-negara yang mengekspor beras saja bisa menghasilkan kedelai yang bagus, mengapa Indonesia tidak bisa.
"Tempe dan tahu itu makanan rakyat, tetapi sekarang menjadi barang mewah karena bahan bakunya impor," kata Sutrisno Iwantono saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan pemerintah perlu memberi insentif kepada petani yang mau mengusahakan pertanian kedelai. Sebab, selama ini menanam kedelai masih belum dianggap sebagai hal yang menguntungkan. Petani lebih memilih menanam tebu atau tembakau yang lebih menjanjikan keuntungan dari pada menanam kedelai.
"Pemerintah juga perlu memberikan jaminan supaya distribusi pupuk bersubsidi bisa langsung sampai ke tangan petani kedelai," ujarnya.
Selain memberikan insentif, menurut dia, pemerintah juga perlu mengusahakan supaya lahan pertanian untuk menanam kedelai diperluas. Selama ini, lahan untuk menanam kedelai masih sangat sedikit dan bersifat sporadis.
Bila lahan pertanian kedelai diperluas, dia berharap Indonesia bisa memiliki pusat-pusat produksi kedelai sehingga tidak lagi bergantung pada pasokan dari luar negeri.
Bila lahan untuk menanam sudah tersedia dan pemerintah sudah berkomitmen untuk memberikan insentif kepada petani kedelai, maka yang diperlukan selanjutnya adalah pengembangan bibit unggul.
"Perlu ada riset dan pengembangan teknologi untuk menghasilkan bibit kedelai unggul yang lebih produktif, Kalau negara-negara yang mengekspor beras saja bisa menghasilkan kedelai yang bagus, mengapa Indonesia tidak bisa," katanya.
Berdasarkan data yang dimiliki HKTI, total konsumsi kedelai Indonesia mencapai 2,4 juta ton pertahun. Dari total konsumsi pertahun itu, sebanyak 1,4 juta ton diserap oleh industri tahu dan tempe. Sementara, pertanian kedelai dalam negeri hanya mampu memproduksi 700 ribu ton pertahun sehingga sisanya sebanyak 1,7 juta ton ditutup dari impor.
(SDP-49)
Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar