Submitted by sigit.bptpkalbar on Sun, 23/10/2011 - 10:45
Petani pada lahan pasang surut di FMA Desa Nusapati menghadapi masalah kekeringan ekstrim pada musim gadu. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menanam varietas unggul baru yaitu Inpara-1 yang menunjukkan keunggulannya menghadapi kekeringan. Keunggulan lain tanamannya tinggi > 1 meter sehingga mudah dipanen wanita tani, tekstur nasinya keras sesuai preferensi petani, dan yang terpenting dapat diperlakukan seperti varietas lokal. Jika sudah disemai tetapi petani tidak dapat menanam karena lahannya kekeringan atau kebanjiran ternyata benih Inpara-1 dengan umur bibit 40 hari masih dapat memberikan hasil yang baik. Hal ini yang menyebabkan disukai petani.
Ujicoba Inpara-1 sudah dilakukan oleh FMA Desa Nusapati, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat. Cara budidayanya menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Barat dengan komponen:
1. 1. Varietas padi Inpara-1. Pertanaman dengan sistim Legowo 4:1.
2. 2. Umur bibit 21 hari dan 40 hari.
3. 3. Perlakuan bibit dengan pupuk hayati BioNutrient dari Balai Penelitian Tanah 200 gram/ha.
4. 4. Pengolahan tanah dengan Tanpa Olah Tanah karena ada pirit yang dangkal.
5. 5. Pemupukan berdasarkan hasil analisa tanah dengan PUTR yaitu NPK Phonska 200kg dan urea 200 kg/ha. Pengontrolan pupuk N dengan Bagan Warna Daun.
6. 6. Pengendalian hama penyakit dilakukan secara terpadu. Pengendalian penggerek batang dengan pestisida bahan aktif klorantaniliprol.
Dengan cara budidaya seperti diatas maka tanaman padi menghasilkan 4,5 ton GKP Inpara-1 dengan umur benih 21 hari dan 4 ton dengan benih umur 40 hari yang jauh lebih tinggi dibandingkan varietas lokal yang hanya 2 ton/ha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar