Usahatani Terpadu Padi, Ikan, Itik
Pertanian terpadu antara padi dan ikan (mina-padi) memiliki sejarah yang panjang di Indonesia. Secara
umum, para petani telah membangun/membentuk system ini jauh dari yang telah ada sekarang. Pelaksanaan system padi-ikan secara luas berada pada daerah irigasi di Provinsi Jawa Barat berupa minapadi, ikan penyelang dan ikan. Sistem yang khusus yang disebut sawah tambak juga ada pada daerah pesisir di Propinsi Jawa Barat.
Budidaya terpadu minapadi itik atau yang lebih dikenal dengan istilah populer “parlabek” (Pare/padi, Lauk/ikan, Bebek/itik) adalah pemeliharaan itik pada sawah minapadi (ikan-padi). Itik dilepas di sawah minapadi atau dapat pula dikandangkan di sekitar sawah. Berdasarkan hasil penelitian dari Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi terdapat beberapa keuntungan dari sistem budidaya terpadu minapadi itik/parlabek, yaitu:
1. Keuntungan langsung:
- Produksi padi sistim parlabek relatif tidak menurun hasilnya dibandingkan dengan sistem usahatani padi saja.
- Ikan dan telur itik merupakan nilai tambah bagi pendapatan petani
- Kesejahteraan dan pendapatan petani meningkat.
2. Keuntungan tidak langsung :
- penyerapan tenaga kerja meningkat sepanjang musim padi dan setelah musim padi, sehingga dapat mengurangi pengangguran
- protein hewani tersedia sepanjang musim bagi masyarakat pedesaan
- terjadi daur ulang yang saling menguntungkan, yaitu itik dan ikan dapat menekan populasi gulma dan hama (pengendalian hayati); kotoran ikan dan itik menjadi pupuk padi; itik dan ikan berfungsi sebagai pabrik untuk meningkatkan nilai tambah dari gabah yang hilang pada saat panen.
Mendukung argumentasi tersebut terdapat beberapa hasil penelitian yang membuktikan terjadinya pengendalian hayati gulma khususnya oleh itik. Di Aigamo,lokasi budidaya terpadu itik dan padi di Jepang, total biomasa rumput / gulma telah dikontrol dengan baik di plot-plotaigamo dibandingkan dengan plot-plot yang diaplikasi dengan agrochemical (Furuno, 1996; Manda, 1992 dalam Cagauan, et.al., 2001). Dari kebun percobaan di Philippina, hal tersebut telah pula diamati oleh Cagauan (1997) bahwa total biomasa gulma di areal persawahan telah diberantas/dikurangi oleh itik-itik mallard dengan ratio antara 52 – 58%. Mekanisme pengontrolan rumput/gulma oleh itik adalah dengan konsumsi langsung baik tanaman gulma dewasa maupun bibit selain itu dari aktivitas makan mereka (itik) juga mengganggu aktivitas pertumbuhan dari rumput/ gulma tersebut (Cagauan, et.al.,2001).
Di Jepang, berdasarkan pengamatan jumlah planthoppers di plot-plot padi yang dipelihara bersama dengan itik aigamo telah berkurang selama tahap awal pertumbuhan padi (Manda, 1992; Furuno, 1996). Di Philipina, sudah pernah dilaporkan bahwa itik sangat efektif sebagai biological control untuk mengontrol dan mengurangi populasi keong (Rice IPM Network, 1991). Rosales dan Sagun (1997) dalam Cagauan,et.al. (2001) melaporkan penurunan kelimpahan populasi keong mas dari 4.6 ekor/m2pada panen tahun pertama menjadi 0.8-1.6 ekor/m2 dan pada tahun kedua, sesuai dengan hasil yang diperoleh dari pemeliharaan itik di lahan sawah setiap habis panen, dengan menggunakan 900 itik per ha, Vega (1991) melaporkan penurunan kelimpahan keong mas di lahan sawah antara 74-84 % yang berdampak pada penurunan kehilangan hasil panen padi sawah.. Bagaimanapun, keserasian ekonomi/ pantas-tidaknya penggunaan itik ini dalam kepadatan yang tinggi harus diteliti keseimbangannya (Cagauan, et.al., 2001).
Persyaratan lahan sawah yang akan digunakan sebagai lokasi budidaya minapadi itik adalah sebagai berikut:
- Sawah memiliki pengairan teratur/teknis, agar ikan tidak kekurangan air namun tetap terhindar dari bahaya banjir.
- Tanah sawah agak liat/berlempung, hindari tanah yang mudah longsor pada lahan sawah berteras.
- Kontur tanah sawah agak landai, agar jika sawah sewaktu-waktu dikeringkan ikan-ikan tetap tidak kekurangan air.
- Lokasi sawah dekat dengan pemukiman agar mudah dalam pengawasan ikan dan itik
- Luas petakan sawah ideal untuk usahatani parlabek adalah 500 – 1000 m2terletak pada satu hamparan untuk memudahkan pengawasan dan pengaturan air.
Gambar 1. Interaksi Padi-Ikan-Itik |
Diversifikasi pola tanam yang melibatkan tanaman padi, ikan dan itik selain secara ekonomis menguntungkan (menghindari kerugian pada salah satu komoditi dan menciptakan lapangan kerja) juga meningkatkan pasokan bahan pangan. Sistem usahatani padi-ikan-itik yang produktif akan dapat meningkatkan pendapatan petani sampai 3 kali lipat yang tercermin pada peningkatan daya beli petani sehingga ketahanan pangan masyarakat akan meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian BPTP Sulut mengenai PARLABEK ini menunjukkan bahwa jika petani menerapkan system usahatani terpadu padi, ikan, itik, maka dihasilkan rata-rata produksi padi sawah sebesar 7.20 ton/ha/panen, ikan nila sebesar 5.92 ton/ha/panen dan itik petelur sebesar 244 butir/ha/panen, dengan keuntungan bersih yang dapat dicapai sebesar Rp 136,511,328/tahun.
Sehingga sangat wajarlah jika petani padi sawah sangat diuntungkan jika menerapkan usahatani berdasarkan model/pola ini, disamping resiko kerugian sangat kecil disebabkan adanya komoditi usaha alternative dalam hal ini ikan dan itik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar